Laporan Praktikum
BIOTEKNOLOGI
PEMBUATAN PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacteria)
OLEH:
NAMA : SAKTI
NIM : G11112340
KELAS : D
PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULIAN
1.1 Latar Belakang
PGPR adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran
tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman
keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan
dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya
Sejumlah bakteri penyedia hara yang
hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu
tumbuh tanaman (plant growth promoting rhizobacteria = PGPR). Kelompok
ini mempunyai peranan ganda di samping
(1) menambat N2 , juga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan
lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan glukanase, kitinase, sianida
memproduksi siderofor; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya.
Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali
diteliti oleh Kloepper dan Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang
mendiami daerah perakaran tanaman yang diinokulasikan ke dalam benih dan
ternyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Jika di daerah perakaran suatu tanaman kekurangan
mikroorganisme menguntungkan maka akan menyebabkan tanaman menjadi terserang
berbagai macam penyakit akar seperti layu dan busuk akar. Selain itu tanaman
juga akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya (kurang subur).
Berdasarkan uraian diatas, maka pembuatan PGPR ini sangat
perlu untuk meningkatkan daya guna mikroba yang bermanfaat bagi pertanian, dan
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas nilai hasil yang diperoleh dari
pengolahan pertanian.
1.2 Tujuan
Tujuan dari
praktikum pembuatan PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria) adalah untuk mengetahui teknik-teknik pembuatan PGPR,
mengetahui manfaat serta keunggulan PGPR.
Kegunaan
dari praktikum pembutan pestisida nabati adalah agar mahasiswa bisa
mengaplikasikan ke lapangan dengan upaya menanggulangi serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas
(tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar
menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya
ditentukan oleh area daun yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung
pada penangkapan energi oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka
energi yang ada digunakan oleh jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi
fotosintesis. Oleh karena itu akar menerima energi hanya pada saat ada
kelebihan energi yang diproduksi melalui fotosintesis yang tidak digunakan
untuk pertumbuhan tajuk tanaman (Desmawati, 2008).
Proses pertumbuhan tajuk dan akar merupakan proses yang
saling berkaitan satu sama lain. Apabila terjadi gangguan pada salah
satunya maka akan menyebabkan gangguan pada bagian lainnya. Misalnya pada
kondisi kekurangan air dan nitrogen, pertumbuhan tajuk lebih mengalami hambatan
daripada bagian akar. Hal ini disebabkan akar bertugas lebih banyak untuk
mencari air dan sumber N dari dalam tanah untuk didistribusikan ke bagian
tajuk. Pada saat ketersediaan air memadai maka pertumbuhan tajuk kembali ke
arah normal sehingga distribusi fotosintat ke akar juga kembali normal (Ashari,
1995).
Tanaman membutuhkan sedikitnya 13 unsur hara untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa unsur berada dalam bentuk tersedia
dalam semua jenis tanah, sedangkan lainnya dalam bentuk tidak tersedia sehingga
membutuhkan tambahan dari luar tanah dalam bentuk pemupukan. Unsur hara ini
berperan sebagai nutrisi bagi tanaman, sedangkan sistem yang mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah substansi kimia yang konsentrasinya
sangat rendah, yang disebut substansi pertumbuhan tanaman, hormon pertumbuhan
tanaman (fitohormon), atau pengatur pertumbuhan tanaman (plant growth regulator
/ PGR) (Gardner dkk., 1991).
PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria) sebagai alternatif teknologi ramah lingkungan di lapangan,
hal ini dilihat dari banyaknya petani dalam mengamankan produksi pertanian
akibat serangan OPT menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga
menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan, seperti terjadinya ledakan
hama, timbulnya hama sekunder, matinya musuh alami, rusaknya lingkungan, bahkan
penolakan pasar akibat produk mengandung residu pestisida (Gandanegara,
2007).
PGPR adalah sejenis bakteri yang
menguntungkan yang hidup di sekitar perakaran tanaman dimana bakteri ini
memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya. Jika di
daerah perakaran suatu tanaman kekurangan mikroorganisme menguntungkan maka
akan menyebabkan tanaman menjadi terserang berbagai macam penyakit akar seperti
layu dan busuk akar. Selain itu tanaman juga akan mengalami hambatan dalam
pertumbuhannya (kurang subur). PGPR ini pertama kali diteliti oleh
Kloepper dan Schroth tahun 1978, dimana mereka menemukan bahwa keberadaan
bakteri yang hidup di sekitar akar ini mampu memacu pertumbuhan tanaman jika
diaplikasikan pada bibit/benih. Tidak hanya itu, tanaman nantinya akan
beradaptasi terhadap hama dan penyakit.
Mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman
dapat terjadi melalui 3 cara (Amalia, 2007), yaitu:
1. Menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant):
mempunyai pengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit;
2. Memproduksi fitohormon (biostimulant):
IAA (Indole Acetic Acid); Sitokinin; Giberellin; dan penghambat produksi
etilen: dapat menambah luas permukaan akar-akar halus;
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi
bagi tanaman (biofertilizer) .Bila penyerapan unsur hara dan air yang
lebih baik dan nutrisi tercukupi, maka menyebabkan kebugaran tanaman juga
semakin baik, sehingga akan semakin meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
tekanan-tekanan, baik tekanan biologis (OPT) maupun non biologis (Iklim).
Aplikasi PGPR dapat dilakukan melalui pelapisan benih dan
perendaman benih dalam suspensi. Bakteri PGPR merupakan bakteri tanah yang masa
hidupnya tidak panjang karena itu perlu mengembalikan populasinya setiap akan
menebar benih. Menurut Bowen and Rovira (1999), media perkecambahan yang
digunakan harus memiliki kemampuan untuk menahan air, bersih dan bebas dari
benih lain, cendawan, bakteri atau zat beracun yang dapat mempengaruhi
perkecambahan benih dan pertumbuhan kecambah, untuk media tanah dan pasir harus
dalam keadaan yang cukup seragam dan sebelum digunakan perlu dicuci dan
disterilisasi.
Bibit akan tumbuh dengan baik di lapang jika kecambah tumbuh
dengan baik pada fase perkecambahan. Penggunaan media perkecambahan yang tepat
akan memudahkan kecambah untuk menembus permukaan media. Pada pengujian daya
berkecambah benih maka akan dihitung persentase daya berkecambahnya (Raybum,
1993).
Inokulan PGPR dinamakan Azora, yang merupakan hasil
pengembangan formulasi yang ditujukan untuk mengurangi kebutuhan pupuk N, P
dan
K. Azora ini mengandung isolat bakteri penghasil hormon tumbuhan, pemfiksasi
N2, dan pelarut fosfat (Gandanegara, 2007).
Sebagaimana pemahaman mengenai kompleksnya lingkungan
rizosfer, mekanisme aksi PGPR, dan aspek praktek dari formulasi inokulan, kita dapat
menduga untuk mengetahui produk PGPR baru menjadi tersedia. Sukses dari produk
ini akan bergantung pada kemampuan untuk mengelola rizosfer untuk meningkatkan
ketahanan dan data kompetisi dari mikroorganisme bermanfaat ini (Bowen and
Rovira, 1999).
Bakteri pemacu tumbuh secara tidak langsung juga menghambat
patogen melalui sintesis senyawa antibiotik, sebagai kontrol biologis. Beberapa
jenis endofitik bersimbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya dalam
meningkatkan ketahanannya terhadap serangga hama melalui produksi toksin, di
samping senyawa anti mikroba seperti fungi Pestalotiopsis microspora, danTaxus
walkchiana yang memproduksi taxol (zat antikanker) (Raybum, 1993) melaporkan
bawa endofitik Neotyphodium sp. Menghasilkan N-formilonine dan a paxiline
(senyawa antiserangga hama).
PGPR ini pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Schroth
tahun 1978. Mereka menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar
akar ini mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit/benih.
Tidak hanya itu, tanaman nantinya akan beradaptasi terhadap hama dan penyakit. Rizobakteri
yang bermanfaat dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR). Oleh
karena itu, PGPR dapat dipertimbangkan secara fungsional sebagai bakteri
bermanfaat yang mengkolonisasi akar (Desmawati, 2008).
Efek PGPR pada tanaman yang diiinokulasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
mendukung pertumbuhan tanaman dan pengendali secara biologis (biokontrol).
Meskipun secara konseptual kedua efek ini sangat berbeda, dalam prakteknya
sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin untuk menentukan perbedaan dan batas
antara keduanya. Strain PGPR Pseudomonas fluoresens dipilih untuk meningkatkan
pertumbuhan dan hasil dari tanaman kentang, tetapi gagal mempengaruhi
pertumbuhan tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi gnotobiotic. Dan growth
promotion yang terjadi pada kondisi tanah lapang berkaitan dengan reduksi
populasi rizoplan asli, yaitu fungi dan bakteri (Gandanegara, 2007).
Biokontrol pada beberapa kasus
diperkirakan muncul akibat dari penyakit yang terbebaskan. Akar menunjukkan
pemanjangan atau percabangan yang berlebih akibat perlakuan PGPR, dapat
meloloskan infeksi dari fungi patogen asal tanah yang lebih mudah menginfeksi
benih muda. Selain itu infeksi patogen yang terlokalisir dalam 1 area sistem
perakaran mungkin diseimbangkan oleh suatu peningkatan global dalam biomassa
akar sebagai kompensasi (Amalia, 2007).
Biokontrol terhadap fitopatogen tampaknya menjadi mekanisme
utama dari PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Penekanan fitopatogen
merupakan hasil dari produksi metabolit sekunder atau datang pada tanaman
dengan sendirinya sebagai sistem pertahanannya. PGPR berbasis inokula
seharusnya dapat bersaing dengan mikroorganisme indigenous dan dengan efisien mendiami
daerah perakaran tanaman untuk melindunginya (Amalia, 2007).
Berikut
kelebihan dari PGPR (Desmawati, 2008), diantaranya :
·
Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang – kacangan
·
Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas
·
Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat,
belerang, besi dan tembaga
·
Memproduksi hormon tanaman
·
Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan
·
Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
Ada beberapa kekurangan dalam produksi PGPR ini (Desmawati,
2008), diantaranya :
·
Kekonsistenan pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan
di lapangan kadang – kadang berbeda.
·
Bakteri ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam
bentuk yang optimum baik vialibilas maupun biologinya selama diaplikasikan di
lapangan. Beberapa bakteri PGPR harus dilakukan re-inokulasi setelah
diaplikasikan di lapangan seperti Rhizobia.
·
Tantangan lainnya berkaitan dengan regulasi / kebijakan
suatu negara. Di beberapa negara kontrol terhadap produksi agens antagonis ini
sangat ketat. Walaupun produk tersebut tidak berefek negatif pada manusia.
Tanaman inang bagi bakteri PGPR memiliki kisaran yang cukup
luas, di antaranya adalah: barley, kedelai,
kanola, kapas, jagung, kacang-kacangan, padi, dan tanaman sayuran.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat
dan Waktu
Praktikum pembuatan PGPR (Plant
Growth Promoting Rhizobakter) ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Lantai
4, Gedung PKP (Pusat Kegiatan Penelitian), Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada
hari Jum’at, 05 April 2013 pukul 07.30 sampai 09.40 WITA.
3.2 Alat dan
Bahan
Adapun alat
yang digunakan dalam praktikum pembuatan MOL, yaitu Ember beserta tutupnya,
panic, kompor, dan pengaduk.
Dan adapun bahan dalam percobaan ini, adalah Gula
Jawa/Gula Merah sudah dicairkan (1 botol kecil aqua), air 10 liter yang sudah
dimasak, sabun colek, dedak dan akar rumput gajah.
3.3 Langkah kerja
Adapun prosedur kerja dalam pembuatan MOL
Buah-buahan yatu, sebagai berikut:
a.
Menyiapkan ember ukuran 20
liter.
b.
Memasukkan air yang yang sudah
dididihkan kedalam ember.
c.
Memasukkan dedak ke dalam ember
yang sudah berisi air dan aduk hingga merata.
d.
Memasukkan akar yang sudah di
cuci bersih kedalam ember yang berisi air panas.
e.
Mengaduk naik turun akar agar
cepat melunak.
f.
Menuangkan Molases kedalam
ember
g.
Mengaduk hingga air dan molases
merata.
h.
Fermentasi selama 2 minggu.
i.
PGPR siap di saring dan
digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil dari praktikum pembuatan PGPR
yang dilaksanakan di laboratorium Bioteknologi lantai 4 gedung PKP (Pusat
Kegiatan Penelitian), Universitas Hasanuddin, Makassar, yaitu sebagai berikut:
NO.
|
GAMBAR
|
KETERANGAN
|
`1.
|
Penuangan air panas yang sudah dididihkan kedalam ember
|
|
2.
|
Penuangan Molases (gula merah yang sudah dicairkan)
sebagai bahan makanan mikroba pengurai yang aktif didalam pembuatan PGPR ini.
|
|
3.
|
Penunagan dedak/bekatul kedalam larutan molases yang juga
dedak ini sebagai bahan makana bagi mikroba pengurai.
|
|
4.
|
Memasukkan akar rumput gajah sekaligus penghomogenan
larutan dan menekan naik turun akar agar cepat melunak dan tidak mengapung
pada permukaan air.
|
|
5.
|
Penyabunan bibir
ember secara merata untuk mencegah perkembangbiakan mikroba pengganggu
sekaligus penutupan ember dengan rapat.
|
|
6.
|
Pelakbanan untuk memperkuat penutupan ember, sehingga
tidak masuk udara yang dapat mengganggu kerja mikroba baik yang didalamnya
|
Tabel 7: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang diperoleh diatas, penggunaan akar rumput
gajah sebagai objek utama pembuatan PGPR ini adalah karena akar rumput gajah
ini merupakan salah asatu dari akar-akar tanaman yang lainnya seperti halnya
akar jagung yang tahan terhadap hama dan penyakit. Pada akar rumput gajah ini
justru terdapat miktoba yang dapat mendukung perkembangan dan perkembanagannya,
karena mikroba yang terdapat didalamnya
meriupakan mikroba baik dan dapat member manfaat yang banyak pada tanaman itu
sendiri terutama nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut serta tidak
berbahaya bagi manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Amalia (2007), yang
menunjukkan adanya mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman
dapat terjadi melalui 3 cara, yaitu:
1. Menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant):
mempunyai pengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit;
2. Memproduksi fitohormon (biostimulant):
IAA (Indole Acetic Acid); Sitokinin; Giberellin; dan penghambat produksi
etilen: dapat menambah luas permukaan akar-akar halus;
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi
bagi tanaman (biofertilizer) .Bila penyerapan unsur hara dan air yang
lebih baik dan nutrisi tercukupi, maka menyebabkan kebugaran tanaman juga
semakin baik, sehingga akan semakin meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
tekanan-tekanan, baik tekanan biologis (OPT) maupun non biologis (Iklim).
Mikroba yang digunakan juga ini
secara biologis tersedia dialam, tetapi hanya saj terdapat beberapa hambatan
untuk penggunaan mikroba ini sendiri, seperti halnya mikroba ini di anggap
berbahayakan bagi manusia disekitarnya, hal ini sesuai dengan pendapat Desmawati
(2008), yang menyatakan bahwa berkaitan dengan regulasi / kebijakan suatu
negara. Di beberapa negara kontrol terhadap produksi agens antagonis ini sangat
ketat. Walaupun produk tersebut tidak berefek negatif pada manusia (Kloepper, 1978).
Dedak padi
merupakan hasil sisa dari penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak
tersusun dari tiga bagian yang masing masing berbeda kandungan zatnya. Ketiga
bagian tersebut adalah: Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan
mineral, Selaput perak yang kaya akan protein dan vitamin B1, juga lemak dan
mineral, Lembaga beras yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah
dicerna. Pada praktkum kali ini kita menggunakan dedak halus biasa sebagai
salah satu bahannya. Dedak halus biasa Merupakan hasil sisa dari penumbukan
padi secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Kadar serat kasarnya
masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena
kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian
kecil saja yang dapat dicerna. Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8%
bahan ekstrak tanpa N, 16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai
Martabat Pati (MP) nya 53 (Rayburn, 1993).
Air yang
digunakan dalam proses pembuatan PGPR fungsinya ialah sebagai pelarut yakni
melarutkan dedak agar menghasilkan suatu larutan yang siap untuk dijadikan
PGPR. Penambahan gula merah pada praktikum ini berfungsi sebagai makanan
mikroba pengurai agar mikroba dapat berfungsi dengan baik dalam pembuatan
PGPR. Dalam pembuatan PGPR juga harus
ditutup dan diberi sabun colek agar tidak ada mikroorganisme pengganggu yang
bisa masuk yang dapat mengganggu proses penguraian atau proses pembuatan
pestisida serta memberikan isolasi atau lakban agar tidak dapat masuk (Kloepper, 1978).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun dari hasil dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu
sebagai berikut:
1. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria
(PGPR) sebagai bakteri bermanfaat yang mengkolonisasi akar.
2. Beberapa strain PGPR dapat mendukung
pertumbuhan tanaman secara langsung, yaitu dengan meniadakan kehadiran
mikroorganisme patogenik atau yang merugikan.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum ini, sebaiknya
alat dan bahan yang digunakan dikonfirmasikan, agar semua alat dan bahan
tersedia, serta dapat dilakukan pembuatan PGPR ini sesuai dengan prosedur
kerjanya dan tanpa kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia,
R. 2007. Pengaruh Perlakuan Benih
Menggunakan Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman ( RPPT ) dan Pemupukan P
terhadap Pengendalian Penyakit Antraknosa, serta Pertumbuhan Cabai Merah
(Capsicum annuum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 45 hal.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press.
Jakarta. 468 hal.
Bowen, G. D., and Rovira, A. D.
1999. The rhizosphere and its management
to
improve plant growth. Adv. Agron.
Desmawati,
2008. Pemanfaatan Plant Growth Promoting
Rhizobacter ( PGPR ) prospek yang menjanjikan dalam berusaha tani tanaman
hortikultura. http://ditlin.hortikultura.go.id/tulisan/desmawati.htm [8
Februari 2008].
Gandanegara,
S. 2007. Azora pupuk hayati untuk tanaman
jagung dan sayur.Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN.
Gardner,
F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi
tanaman budidaya. Terjemahan. H. Susilo, Subiyanto (Ed). UI Press. Jakarta.
Kloepper,
J.W., & Schroth, M.N. 1978. Plant
growth-promoting rhizobacteria onradish. 879-882. Dlm. Proc. 4th into
Conf. Plant Pathogenic Bact. Gibert-Clarey,Tours, Franco
Rayburn, E.B. 1993. Plant Growth and Development as the Basis of
Forage.
tentang saya
oke bro
BalasHapusGood
BalasHapus